Sastra Lama dan Sastra Modern
Sastra
Lama
Sastra
lama adalah sastra yang lahir dan tumbuh pada masa lampau atau pada
masyarakat Indonesia lama. Sastra lama juga biasa disebut sebagai
sastra klasik. Sastra lama tumbuh dan berkembang seiring dengan
kondisi mssyarakat pada zamannya. Oleh karana itu sastra lama
mempunyai nuansa kebudayaan yang kental dan memiliki corak yang lekat
dengan nilai dan adat istiadat yang berlaku di dalam suatu daerah
atau masyarakat tertentu. Indonesia adalah bangsa yang majemuk baik
adat-istiadat, budaya maupun bahasa. Setiap suku atau daerah di
Indonesia memiliki ciri khas dan cita rasa sastranya masing-masing.
Prularisme ini tentu sangat menpengaruhi dan memperkaya khazanah
kesusastraan Indonesia.
Berikut
adalah ciri dari sastra lama:
1. Terikat dengan adat istiadat dan kebudayaan.
2. Bentuknya baku dan terikat oleh kaidah-kaidah yang baku pula.
3. Bersifat istana sentris
4. Biasanya tidak mencantumkan nama pengarang (anonim)
Beberapa bentuk karya sastra lama yaitu: syair, pantun, gurindam, hikayat, dongeng dan tambo. (...)
1. Terikat dengan adat istiadat dan kebudayaan.
2. Bentuknya baku dan terikat oleh kaidah-kaidah yang baku pula.
3. Bersifat istana sentris
4. Biasanya tidak mencantumkan nama pengarang (anonim)
Beberapa bentuk karya sastra lama yaitu: syair, pantun, gurindam, hikayat, dongeng dan tambo. (...)
Ciri Periodisasi Sastra Tiap Angkatan
Ciri-ciri
Angkatan Balai Pustaka
Berbicara
tentang pertentangan adat dan kawin paksa, dominasi orang tua dalam
perkawinan.Gaya penceritaan terpengaruh oleh sastra Melayu yang
mendayu-dayu, masih menggunakan bahasa
klise seperti peribahasa dan pepatah-petitih. Karya-karya yang
diterbitkan BalaiPustaka diharuskan
memenuhi Nota Rinkes yang berbunyi: didaktis, serta netral agama dan
politik.
Ciri-ciri
Angkatan Pujangga Baru
Menampilkan
nasionalisme Indonesia, memasuki kehidupan modern, menampakkan
kebangkitan kaum muda. Banyak terpengaruh oleh Angkatan 1880 di
Negeri Belanda,sehingga puisi-puisinya banyak yang berbentuk soneta.
Pada masa ini terjadi polemik yang seru antar tokoh-tokohnya. Sutan
Takdir Alisyahbana berorientasi ke barat yang intelektualistik,
individualistik dan materialistik, punya idealisme tinggi akan
kemajuan iptek/sains dan dunia. Sanusi Pane berorientasi ke timur
(India, Timur Tengah, Cina) yang spiritualistik, mementingkan olah
ruhani. Kemudian Armijn Pane, Amir Hamzah, Kihajar Dewantara, yang
lebih menginginkan adanya sintesis barat yang sifistikated dan timur
yang sufistik.
Ciri-ciri
Sastra Masa Masa Jepang dan Angkatan 45
Bicara
tentang kegetiran nasib di tengah penjajahan Jepang yang sangat
menindas,menampilkan cita-cita merdeka
dan perjuangan revolusi fisik. Pada masa Jepang untuk berkelit
dari sensor penguasa, berkembang sastra simbolik. Muncul
ungkapan-ungkapan yangsingkat-padat
bernas (gaya Chairil Anwar dalam puisi) dan kesederhanaan baru
dengankalimat pendek-pendek nan lugas
(gaya Idrus dalam prosa fiksi/sketsa).
Sastra
dekade 50-an
Memantulkan
kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan berbenah di
awal-awal masa kemerdekaan. Disebut juga
Generasi Kisah (nama majalah sastra). Di masa inisastra Indonesia
sedang mengalami booming cerpen. Juga marak karya-karya teater dengan
tokohnya Motenggo Boesye, Muhammad Ali
Maricar, W.S. Rendra (sekarang Rendra saja).Mulai
tumbuh sarasehan-sarasehan sastra terutama di kampus-kampus. (...)
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
|
|
Karya Sastra Pujangga Lama
Sejarah
Hikayat
|
|
Syair
- Syair Raja Mambang Jauhari
- Syair Raja Siak (...)
PERIODISASI SASTRA
PUJANGGA
LAMA
Pujangga
lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia
yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di
dominasi oleh syair, pantun,gurindam dan hikayat.
Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat
meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung
Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa
Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah
Fansuri adalah
yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama.
Dari istana Kesultanan
Aceh pada
abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling
terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf
Singkil,
serta Nuruddin
ar-Raniri.
SASTRA
LAMA
Karya
sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang
berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti
"Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan
daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat
Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih
dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
ANGAKATAN
BALAI PUSTAKA
Angkatan
Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak
tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai
Pustaka. Prosa (roman,
novel, cerita pendek dan drama) dan puisimulai
menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam
khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan
pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan
liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti
kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis
(liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu
bahasa Melayu-Tinggi, bahasa
Jawa dan bahasa
Sunda;
dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa
Bali, bahasa
Batak,
dan bahasa
Madura.
Nur
Sutan Iskandar dapat
disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab
banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal
kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel
Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera",
dengan Minangkabau sebagai
titik pusatnya. Pada
masa ini, novel Siti
Nurbaya dan Salah
Asuhan menjadi
karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap
adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam
perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh
penulis-penulis lainnya pada masa itu. (...)
Rabu, 16 Mei 2012
Sejarah Sastra Indonesia
Seperti
halnya sejarah sosial lainnya, masih belum memperlihatkan kondisi
yang sebenarnya. Bangunan sejarah sastra Indonesia rumpang di
sejumlah bagian. Ini diakibatkan oleh studi sastra yang berpedoman
pada kanonisasi dan kategorisasi sastra, pengukuhan periodeisasi yang
telah ditulis sebelumnya, di samping juga karena keterbatasan sumber
data dan kritikus yang ada.
Penulisan
sejarah sastra memunculkan sejumlah nama dan karya yang dianggap
mewakili periode tertentu dalam pembabakan yang diciptakan. Selain
disangkutkan pada peristiwa sosial, pembabakan ini juga
memperlihatkan pada kecenderungan capaian estetika tertentu, sesuai
dengan semangat zamannya. Karena itu, kita mengenal periode Balai
Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, dan sebagainya.
Inilah risiko yang harus dijumpai hingga saat ini, bagaimana sejarah
perjalanan sastra Indonesia tak dapat dilepaskan dari konteks
sosialnya. Setidaknya, pandangan ini memperlihatkan hubungan yang
erat antara sastra dan masyarakatnya.
Di
luar kanonisasi dan kategorisasi yang dibentuk, sejumlah genre sastra
kita hilang atau tidak banyak dibicarakan. Karya-karya yang ada di
media massa, terutama yang terbit di berbagai koran daerah, luput
dari kajian. Karya-karya yang dianggap picisan atau terbitan penerbit
partikelir pribumi juga tak masuk dalam pembicaraan. Bahkan, beberapa
karya awal sejumlah pengarang besar yang terbit di koran dan penerbit
kecil tak masuk dalam daftar riwayat kepengarangan, yang sebenarnya
penting untuk dibicarakan dalam proses kreatif kepengarangan. Bahkan
sejumlah karya tidak dapat ditemukan lagi, baik akibat sensor dan
pembredelan pada masa penjajahan dan setelah kemerdekaan, maupun
karena telah hancur karena umurnya yang sudah tua. (...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar