makalah perkembangan manusia Purba Di Indonesia
Pendahuluan
Penemuan - penemuan
fosil di dunia banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia
merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok di huni manusia kala
itu. Penemuan –penemuan fosil sangat bergua bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang
ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu,. Hewan yang pernah
hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia
banyak menyumbang fosil manusia –manusia purba. Oleh karena itu dalam makalah
ini akan dijelaskan perkembangan manusia purba dari mulai bagaimana
menemukannya,cirri-ciri dari manusia purba dan tempat ditemukanya,sampai
evolusi manusia mulai dari pertama kali muncul hingga menjadi manusia sekarang
ini.
Dilihat dari hasil
penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah
peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan
terus berkembang sejalan dengan fosil- fosil yang ditemukan. Makalah ini dibuat
untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai fosil- fosil manusia purba
yang ditemuakan di Indonesia. Penemuan –penemuan terbaru juga termasuk di
dalamnya. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui perkembangan fosil terbaru yang
ditemukan seperti Homo Moernman. Dijelaskan pula tempat penemuan dan bentuk penemuannya
agar isi makalah ini dapat dipercaya kebenaranya.
A. Perkembangan
Fosil Manusia Purba di Indonesia
Penemuan manusia purba
diawali dengan kegiatan excavasi / penggalian di tempat-tempat yang diyakini
terdapat fosil-fosil manusia purba. penggalian dilakukan dengan teknik
arkeologi agar fosi tidak mengalami kerusakan. setelah digali, maka fosil akan
dibersihkan dengan bahan-bahan kimia tertentu, agar unsur-unsurnya tdk
mengalami kerusakan. Langkah selanjutnya adalah merekonstruksi / menyusun lagi fosil-fosil
seprti pada saat ditemukan.
Penelitian ilmiah
mengenai fosil dimulai pada akhir abad ke-19. Penelitian Paleoantropologi
manusia purba di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu 1889-1909,
1931-1941, dan 1952 hingga sekarang.
Eugone Dubois menduga
bahwa manusia purba pasti hidup di daerah tropis. Menurutnya, hal ini
disebabkan perubahan iklim sepanjang sejarah tidak banyak dan di daerah tropis
pula monyet serta kera masih banyak yang hidup. Ketika datang ke Indonesia,
Eugone Dubois mulai menyelidiki gua-gua di Sumatera Barat. Namun, hanya
tulang-tulang subresen yang ditemukan.
Penemuan Eugena Dubois
: Dia adalah yang pertama kali tertarik meneliti manusia purba di Indonesia
setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak dari B.D Von Reitschoten yang
menemukan tengkorak di Wajak, Tulung Agung.yang menyebabkan Dubois memindahkan
kegiatan penelitiannya ke daerah Jawa.
Fosil kiriman itu dinamai Homo Wajakensis, termasuk dalam jenis Homo
Sapien (manusia yang sudah berpikir maju). homo sapiens dengan isi volum otak
kira-kira 1450 cm kubik hidup sekitar 15.000 hingga 150.000 tahun yang lalu. Temuan
Dubois pertama, 1889, berupa fosil atap tengkorak Pithecanthropus Erectus
(phitecos = kera, Antropus Manusia, Erectus berjalan tegak) ditemukan di daerah
Trinil, pinggir Bengawan Solo, dekat Ngawi, , tahun 1891. Volume otak
Pithecanthropus erectus diperkirakan sekitar 770 - 1000 cm kubik. Bagian
tulang-belulang fosil manusia purba yang ditemukan tersebut adalah tulang
rahang, beberapa gigi, serta sebagian tulang tengkorak.Temuan lainnya adalah
Pithecanthropus Mojokertensis, ditemukan di daerah Mojokerto dan
Pithecanthropus Soloensis, ditemukan di daerah Solo.
Penemuan Selenka dan
Tim : Pada 1907-1908, Selenka dan regunya melakukan penyelidikan dan penggalian
di Trinil. Namun, penggalian tersebut tidak membuahkan hasil fosil manusia
purba. Yang ditemukan berupa fosil hewan dan tumbuhan yang dapat menambah
referensi mengenai kehidupan manusia Pithecanthropus Erectus.
Penemuan Ter Haar dan
Tim : Antara 1931-1933, Ter Haar dan Oppenoorth melakukan pencarian di
Ngandong, Blora. Dari hasil pencarian, didapat penemuan yang sangat penting
berupa tengkorak dan tulang kering Pithecantropus Erectus. Satu seri tulang
tengkorak yang besar jumlahnya dalam masa pendek dan berada di satu tempat yang
tidak begitu luas.
Penemuan Tjokrohandojo
: Pada 1926, Tjokrohandojo yang bekerja di bawah pimpinan Duyfjes menemukan
fosil manusia purba anak-anak di daerah Perning, sebelah utara Mojokerto.
Penemuan ini adalah pertama kali ditemukannya fosil tengkorak anak-anak di
lapisan bawah Pleistosen Bawah.
Penemuan Von
Koenigswald : Antara 1936-1941, Von Koenigswald menemukan fosil-fosil rahang,
gigi, dan tengkorak Homo Erectus dan Meganthropus Paleojavanicus juga fosil
hewan di daerah Sangiran, Surakarta. Penemuan ini terjadi di lapisan Pleistosen
Tengah maupun Pleistosen Bawah pada satu tempat dan memperlihatkan adanya
variasi morfologis. Perbedaan variasi tersebut, menurut para ahli, memiliki
perbedaan pada tingkat rasial, spesies, maupun genus. Yaitu, varian-varian yang
berasal dari masa lalu. Penemuan lain Fosil tengkorak di Ngandong, Blora. Tahun
1936, ditemukan tengkorak anak di Perning berusia 5 tahun, Mojokerto. . Homo
Sapien Soloensis (Homo Soloensis), ditemukan oleh Von Koenigswald dan
Weidenreich di tempat-tempat antara lain : Ngandong Blora, Sangiran dan Sampung
macan (Sragen), lembah Sungai Bengawan Solo tahun 1931 – 1934.
Penemuan lain tentang manusia Purba ditemukan
tengkorak, rahang, tulang pinggul dan tulang paha manusia Meganthropus, Homo
Erectus dan Homo Sapien di lokasi Sangiran, Sambung Macan (Sragen),Trinil,
Ngandong dan Patiayam (kudus).
Penelitian tentang
manusia Purba oleh bangsa Indonesia dimulai pada tahun 1952 yang dipimpin oleh
Prof. DR. T. Jacob dari UGM, di daerah Sangiran dan sepanjang aliran Bengawan
Solo.
Semua hasil penemuan
fosil-fosil manusia purba pada tahap pertama disimpan di Leiden dan temuan
tahap kedua disimpan di Frankfurt (Jerman Barat). Akibat adanya Perang Dunia
II, pencarian Paleontropologi tertunda. Tahap ketiga baru dimulai setelah
Indonesia merdeka dan penemuan yang didapat disimpan di negara tempat fosil
tersebut ditemukan, Indonesia.
B. Jenis
dan Ciri fosil manusia purba Indonesia dari yang tertua :
Jenis fosil manusia
purba di Indoesia :
Meganthropus Paleojavanicus (Sangiran). Pithecanthropus
Robustus (Trinil). Pithecanthropus Erectus (Homo Erectus) (Trinil). Pithecanthropus
Dubius (Jetis). Pithecanthropus Mojokertensis (Perning). Homo Javanensis
(Sambung Macan). Homo Soloensis (Ngandong). Homo Sapiens Archaic. Homo Sapiens
Neandertahlman Asia. Homo Sapiens Wajakensis (Tulungagung). Homo Modernman.
Ciri-ciri manusia purba
yang ditemukan di Indonesia :
1. Ciri
Meganthropus :
·
Hidup antara 2 s/d 1 juta tahun yang
lalu
·
Badannya tegak
·
Hidup mengumpulkan makanan
·
Makanannya tumnuhan
·
Rahangnya kuat
·
Tulang pipi tebal
·
Terdapat tonjolan kening yang mencolok
·
Tonjolan belakang yang tajam.
·
Tidak memiliki dagu.
2. Ciri
Pithecanthropus :
·
Hidup antara 2 s/d 1 juta tahun yang
lalu
·
Hidup berkelompok
·
Hidungnya
lebar dengan tulang pipi yang kuat dan menonjol
·
Mengumpulkan makanan dan berburu
·
Makanannya daging dan tumbuhan
·
Tinggi badan sekitar 165 -180 cm
·
Volume otak 750- 1350 cc
·
Bentuk tuuh dan anggota badan tegap
·
Alat pengunyah dan alat tengkuk sangat kuat
·
Bentuk graham besar dengan rahang yang
sangat kuat
·
Bentuk tonjolan kening tebal
·
Bentuk hidung tebal
·
Bagian belakang kepala tampak menonjol
3. Ciri
jenis Homo :
·
Hidup antara 25.000 s/d 40.000 tahun
yang lalu
·
Muka dan hidung lebar
·
Dahi masih menonjol
·
Tarap kehidupannya lebih maju dibanding
manusia sebelumnya
C. Pembagian
Jaman kehidupan Awal Manusia
Zaman dimana adanya
kehidupan manusia sehingga merupakan zaman terpenting. Dan zaman ini dibagi
lagi menjadi dua zaman yaitu yang disebut dengan zaman Pleistocen dan Holocen
atau Alluvium dan Dilluvium adalah pembagian zaman menurut Ilmu Geologi. Jaman
ini terdapat pada Zaman Neozoikum.
Jaman ini dibagi
menjadi jaman tersier dan kuartier.Jaman tersier berlangsung sekitar 60 juta
tahun,binatang yang berkembang adalah mamalia/binatang menyusui.Jaman kuartier
adalah yang terpenting karena jaman ini dimulai adanya kehidupan manusia.Dan
jaman kuartier masih dibagi lagi ke dalam jaman Pleistosen dan Holosen.Jaman
Pleistosen(Dilluvium) berlangsung kira-kira 3 juta tahun sampai 10 ribu tahun
yang lalu.Jaman Pleistosen dimulai dengan meluasnya lapisan es di kedua kutub
bumi yang disebut jaman glasial,kemudian diselingi dengan jaman mencairnya
lapisan es disebut dengan jaman interglasial,keadaan ini berlangsung silih
berganti sampai empat kali.Kalau di daerah tropis jaman glasial berupa jaman
hujan(jaman pluvial),dan diselingi dengan jaman kering(interpluvial).Pada jaman
glasial,permukaan air laut turun dengan drastis,sehingga banyak dasar laut yang
kering menjadi daratan.Di Indonesia dasar laut yang kering di sebelah barat
disebut dengan dataran Sunda,dan menyebabkan kepulauan Indonesia bagian barat
menjadi satu dengan benua Asia,sedangkan yang di sebelah timur disebut dengan
dataran Sahul,dan menyebabkan kepulauan Indonesia di sebelah timur menyatu
dengan benua Australia.Sehingga ini semua mempengaruhi jenis flora-faunanya
juga.Manusia yang hidup di jaman Pleistosen adalah jenis Homo erectus.Jaman
Pleistosen berakhir kira-kira 10 ribu tahun sebelum Masehi.Kemudian diikuti
datangnya jaman Holosen(Alluvium) yang masih berlangsung hingga sekarang.Dan
jaman ini muncul manusia jenis Homo sapiens,yang diduga menjadi nenek moyang
manusia sekarang.
Pembagian lapisan
Dilluvium menurut V. Koeningswalds ada tiga :
1.
Pleistosen Bawah / Lapisan Jetis ( 20
juta – 15 juta tahun yang lalu)di lapisan ini ditemukan fosil manusia purba
Meganthropus PaleoJavanicus oleh V.
Koeningswald. Selain itu juga ditemukan fosil Pithecantropus Mojokertensis dan
Pithecantropus Robustus
2.
Pleistosen Tengah / Lapisan Trinil ( 1,5
juta – 500.000 tahun yang lalu)ditemukan fosil manusia purba
Pithecantropus/Homo Erectus dan Pithecanthropus Robustus.
3.
Pleistosen Atas/Lapisan Ngandong (
100.000 – 50.000 tahun yang lalu)ditemukan fosil manusia purba Homo Soloensi (
Homo Sapiens Soloensis ) dan Homo Wajakensis ( Homo Sapiens Wajakensis)
D. Homo
Florensiesis, Manusia Purba Kerdil dari Flores
Rentang fosil:
Pleistosen Akhir
Klasifikasi ilmia
Kerajaan: Animalia Filum: Chordata
Kelas: Mammalia Ordo: Primates
Famili: Hominidae Genus: Homo
Spesies: H.
floresiensis Nama binomial :
Homo floresiensis
Homo floresiensis
(“Manusia Flores“, dijuluki Hobbit) adalah nama yang diberikan oleh kelompok
peneliti untuk spesies dari genus Homo, yang memiliki tubuh dan volume otak
kecil, berdasarkan serial subfosil (sisa-sisa tubuh yang belum sepenuhnya
membatu) dari sembilan individu yang ditemukan di Liang Bua, Pulau Flores, pada
tahun 2001. Kesembilan sisa-sisa tulang itu (diberi kode LB1 sampai LB9)
menunjukkan postur paling tinggi sepinggang manusia moderen (sekitar 100 cm).
Para pakar antropologi
dari tim gabungan Australia dan Indonesia berargumen menggunakan berbagai
ciri-ciri, baik ukuran tengkorak, ukuran tulang, kondisi kerangka yang tidak
memfosil, serta temuan-temuan sisa tulang hewan dan alat-alat di sekitarnya.
Usia seri kerangka ini diperkirakan berasal dari 94.000 hingga 13.000 tahun
yang lalu.
1.
Penemuan
Liang Bua, tempat
ditemukannya seri fosil H. floresiensis.
Liang Bua, tempat
ditemukannya sisa-sisa kerangka ini, sudah sejak masa penjajahan menjadi tempat
ekskavasi arkeologi dan paleontologi. Hingga 1989, telah ditemukan banyak
kerangka Homo sapiens dan berbagai mamalia (seperti makhluk mirip gajah
Stegodon, biawak, serta tikus besar) yang barangkali menjadi bahan makanan mereka.
Di samping itu ditemukan pula alat-alat batu seperti pisau, beliung, mata
panah, arang, serta tulang yang terbakar, yang menunjukkan tingkat peradaban
penghuninya.
Kerja sama penggalian
Indonesia-Australia dimulai tahun 2001 untuk mencari jejak peninggalan migrasi
nenek moyang orang Aborigin Australia di Indonesia. Tim Indonesia dipimpin oleh
Raden Pandji Soejono dari Puslitbang Arkeologi Nasional (dulu Puslit Arkenas)
dan tim Australia dipimpin oleh Mike Morwood dari Universitas New England. Pada
bulan September 2003, setelah penggalian pada kedalaman lima meter (ekspedisi
sebelumnya tidak pernah mencapai kedalaman itu), ditemukan kerangka mirip
manusia tetapi luar biasa kerdil, yang kemudian disebut H. floresiensis.
Tulang-tulang itu tidak membatu (bukan fosil) tetapi rapuh dan lembab. Terdapat
sembilan individu namun tidak ada yang lengkap. Diperkirakan, Liang Bua dipakai
sebagai tempat pekuburan. Untuk pemindahan, dilakukan pengeringan dan perekatan
terlebih dahulu.Individu terlengkap, LB1, diperkirakan adalah betina, ditemukan
pada lapisan berusia sekitar 18.000 tahun, terdiri dari tengkorak, tiga tungkai
(tidak ada lengan kiri), serta beberapa tulang badan. Individu-individu lainnya
berusia antara 94.000 dan 13.000 tahun. Walaupun tidak membatu, tidak dapat
diperoleh sisa material genetik, sehingga tidak memungkinkan analisis DNA untuk
dilakukan. Perlu disadari bahwa pendugaan usia ini dilakukan berdasarkan usia
lapisan tanah bukan dari tulangnya sendiri, sehingga dimungkinkan usia lapisan
lebih tua daripada usia kerangka. Pendugaan usia kerangka dengan radiokarbon
sulit dilakukan karena metode konservasi tulang tidak memungkinkan teknik itu
untuk dilakukan.
2.
Ciri-ciri Kontroversi
Salinan tengkorak H.
floresiensis “LB1″ dibandingkan dengan tengkorak manusia yang terkena
mikrosefali yang pernah hidup di Pulau Kreta.
Pendapat bahwa fosil
ini berasal dari spesies bukan manusia ditentang oleh kelompok peneliti yang
juga terlibat dalam penelitian ini, dimotori oleh Prof. Teuku Jacob dari UGM.
Berdasarkan temuannya, fosil dari Liang Bua ini berasal dari sekelompok orang
katai Flores, yang sampai sekarang masih bisa diamati pada beberapa populasi di
sekitar lokasi penemuan, yang menderita gangguan pertumbuhan yang disebut
mikrosefali (“kepala kecil”). Menurut tim ini, sisa manusia dari Liang Bua
merupakan moyang manusia katai Homo sapiens yang sekarang juga masih hidup di
Flores dan termasuk kelompok Australomelanesoid. Kerangka yang ditemukan
terbaring di Liang Bua itu menderita microcephali, yaitu bertengkorak kecil dan
berotak kecil.
Perdebatan yang terjadi
sempat memanas, bahkan sampai membuat Liang Bua dan beberapa gua di sekitarnya
dinyatakan tertutup untuk peneliti asing. Sepeninggal Prof. Jacob (wafat 2007),
lokasi penemuan kembali dapat diakses bagi penelitian.
Pada bulan September
2007, para ilmuwan peneliti Homo floresiensis menemukan petunjuk baru
berdasarkan pengamatan terhadap pergelangan tangan fosil yang ditemukan.
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa Homo floresiensis bukan merupakan manusia
modern melainkan merupakan spesies yang berbeda. Hal ini sekaligus menjadi
jawaban terhadap tentangan sejumlah ilmuwan mengenai keabsahan spesies baru ini
karena hasil penemuan menunjukkan bahwa tulang Homo floresiensis berbeda dari
tulang Homo sapiens (manusia modern) maupun manusia Neandertal.
Dua publikasi pada
tahun 2009 memperkuat argumen bahwa spesimen LB1 lebih primitif daripada H.
sapiens dan berada pada wilayah variasi H. erectus. Publikasi pertama yang
dimuat di Anthropological Science membandingkan LB1 dengan spesimen H. sapiens
(baik normal maupun patologis) dan beberapa Homo primitif. Hasil kajian
morfometri ini menunjukkan bahwa H. floresiensis tidak dapat dipisahkan dari H.
erectus dan berbeda dari H. sapiens normal maupun patologis karena mikrosefali.
Hasil analisis kladistika dan statistika morfometri terhadap tengkorak dan
bagian tulang lainnya dari individu LB1 (betina), dan dibandingkan dengan
manusia modern, manusia modern dengan mikrosefali, beberapa kelompok masyarakat
pigmi di Afrika dan Asia, serta tengkorak hominin purba menunjukkan bahwa H.
floresiensis secara nyata memiliki ciri-ciri berbeda dari manusia modern dan
lebih dekat kepada hominin purba, sebagaimana dimuat dalam jurnal Significance.
Meskipun demikian, kedua kajian ini tidak membandingkan H. floresiensis dengan
kerangka manusia kerdil Flores yang menderita mikrosefali.
3.
Perbandingan tengkorak Homo Floresiensis
dengan Homo Sapiens
Hobbit Flores, Species
Baru Hominin. Homo floresiensis, sering disebut juga dengan hobbit Flores, masih
terus berlangsung. Selama ini ada dua arus pendapat. Pertama, yang menganggap
Homo floresiensis sebagai spesies baru dari hominin, sering disebut Hobbit,
pendapat ini dimotori oleh para peneliti dari Australia, seperti antropolog
Peter Brown, Michael Morwood, dan para koleganya. Pendapat kedua mengatakan,
Homo floresiensis bukan merupakan spesies baru, tetapi merupakan bagian dari
spesies manusia modern dari bangsa Homo erectus yang menderita sindroma
kekerdilan dan penyakit microchepaly, –penyakit yang menyebabkan pengerdilan
volume otak dan ukuran tubuh, pendapat ini dimotori Profesor Teuku Jacob dan
para koleganya dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Dengan menggunakan metode penelitian analisa
statistik terhadap kerangka fosil yang ditemukan, para peneliti meyakini Homo
floresiensis merupakan sebuah spesies baru dari manusia kuno, atau hobbit, yang
bertubuh mini, dan bukan versi manusia modern yang terkena penyakit sehingga
tubuhnya menjadi kerdil dan kemudian diturunkan secara genetis. Sehingga Homo
floresiensis merupakan generasi manusia yang belum sempurna jika dibandingkan
dengan generasi Homo erectus, dan generasi manusia sempurna Homo sapiens yang
kini mendiami bumi. Detail lengkap dari hasil penelitian ini baru akan
dipublikasikan dalam Jurnal Significance, terbitan Royal Statistical Society,
pada edisi bulan Desember mendatang. Fosil Homo florensiensis pertama kali
ditemukan pada tahun 2003 oleh sekelompok peneliti Australia dan Indonesia, di
Liang Bua, Nusa Tenggara Timur.
Dari hasil rekonstruksi
diketahui fosil ini merupakan kerangka dari manusia yang memiliki tubuh mini,
volume otak kecil, dan mirip dengan hominin, yaitu bangsa manusia kuno. Dari
uji karbon terhadap fosil temuan, spesies ini diperkirakan hidup di Flores
sekitar 18.000 tahun yang lalu. Jika Anda menonton seri film Lord of The Ring,
manusia hominin ini disebut dengan hobbit yang bertubuh kecil. Para peneliti
dari Universitas Medis Stony Brook yang dipimpin William Jungers dan Karen Baad
melakukan penelitian terhadap kerangka fosil Homo floresiensis berjenis kelamin
perempuan yang diberi code LB1 dan diberi nama penelitian ‘Little Lady of
Flores’ atau ‘Flo’, menyimpulkan fosil itu merupakan spesies hasil evolusi
hobbit. Penelitian meliputi fosil bagian tengkorak, rahang, telapak tangan,
kaki, dan telapak kaki, yang dibandingkan dengan ukuran fosil-fosil manusia
temuan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan, kapasitas otak LB1 diperkirakan
hanya sekitar 400 cm saja, yang sebanding dengan ukuran otak Simpanse atau
Siamang berkaki dua di Afrika. Ukuran tengkorak dan tulang rahang Homo
floresiensis, juga lebih primitif dari ukuran fosil manusia modern normal yang
ditemukan daerah dimanapun.
Temuan fosil Homo
floresiensis relatif lengkap, sehingga para ilmuwan dapat melakukan rekonstruksi
sosoknya, yang dapat dibandingkan dengan sosok manusia modern. Tulang paha dan
tulang betisnya jauh lebih pendek daripada yang dimiliki manusia modern, bahkan
jika dibandingkan dengan temuan fosil manusia kerdil serupa di Afrika Tengah,
Afrika Selatan, dan manusia kerdil negritto di Kepulauan Andaman dan Filipina.
Sehingga para peneliti berspekulasi ini merupakan bagian dari sebuah rantai
evolusi dari bangsa hominid, yang menyebar di berbagai lokasi dunia pada masa
lalu. “Sulit dipercaya proses evolusi dipengaruhi juga dengan kemampuan gerak
agar lebih ekonomis, “spesies ini mengembangkan paha dan kaki yang lebih
pendek, agar dapat berjalan kaki lebih baik dan efektif pada waktu itu.”
Analisis statistik dari
Jungers dengan persamaan regresi yang dia kembangkan, menunjukkan rata-rata
tinggi Homo floresiensis sekitar 106 cm, jauh lebih pendek dari rata-rata
tinggi manusia modern kerdil yang rata-rata memiliki tinggi 150 cm.
Rekonstruksi menunjukkan sosok fisik LB1, juga jauh berbeda dengan umumnya
orang kerdil serupa yang ditemukan di Asia Tenggara maupun Afrika, baik pada
tinggi maupun ukuran tubuh.
Yang perlu diingat adalah bahwa teori ini hanya dugaan dan tidak
terbukti kebenarannya karena teori evolusi telah runtuh. Fosil manusia
lama yang ditemukan bisa saja bukan fosil manusia atau manusia yang
memiliki bentuk ciri tubuh yang unik, atau bahkan hasil rekayasa.
A. Manusia Kera dari Afrika Selatan
1. Australopithecus Africanus
Australopithecus africanus ditemukan di desa Taung di sekitar Bechunaland ditemukan oleh Raymond Dart tahun 1924. Bagian tubuh yang ditemukan hanya fosil tengkorak kepala saja.
2. Paranthropus Robustus dan Paranthropus Transvaalensis
Dua penemuan tersebut ditemukan di daerah Amerika Selatan dengan ciri isi volume otak sekitar 600 cm kubik, hidup di lingkungan terbuka, serta memiliki tinggi badan kurang lebih 1,5 meter. Kedua fosil menusia kera tersebut disebut australopithecus.
B. Manusia Purba / Homo Erectus
1. Sinanthropus Pekinensis
Sinanthropus pekinensis adalah manusia purba yang fosilnya ditemukan di gua naga daerah Peking negara Cina oleh Davidson Black dan Franz Weidenreich. Sinanthropus pekinensis dianggap bagian dari kelompok pithecanthropus karena memiliki ciri tubuh atau badan yang mirip serta hidup di era zaman yang bersamaan. Sinanthropus pekinensis memiliki volume isi otak sekitar kurang lebih 900 sampai 1200 cm kubik.
2. Meganthropus Palaeojavanicus / Manusia Raksasa Jawa
Meganthropus palaeojavanicus ditemukan di Sangiran di pulau jawa oleh Von Koningswald pada tahun 1939 - 1941.
3. Manusia Heidelberg
Manusia heidelberg ditemukan di Jerman
4. Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus erectus adalah manusia purba yang pertama kali fosil telang belulang ditemukan di Trinil Jawa Tengah pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois. Pithecanthropus erectus hidup di jaman pleistosin atau kira-kira 300.000 hingga 500.000 tahun yang lalu. Volume otak Pithecanthropus erectus diperkirakan sekitar 770 - 1000 cm kubik. Bagian tulang-belulang fosil manusia purba yang ditemukan tersebut adalah tulang rahang, beberapa gigi, serta sebagian tulang tengkorak.
C. Manusia Modern
Pengertian atau arti definisi manusia modern adalah manusia yang termasuk ke dalam spesies homo sapiens dengan isi volum otak kira-kira 1450 cm kubik hidup sekitar 15.000 hingga 150.000 tahun yang lalu. Manusia modern disebut modern karena hampir mirip atau menyerupai manusia yang ada pada saat ini atau sekarang.
1. Manusia Swanscombe - Berasal dari Inggris
2. Manusia Neandertal - Ditemukan di lembah Neander
3. Manusia Cro-Magnon / Cromagnon / Crogmanon - Ditemukan di gua Cro-Magnon, Lascaux Prancis. Dicurigai sebagai campuran antara manusia Neandertal dengan manusia Gunung Carmel.
4. Manusia Shanidar - Fosil dijumpai di Negara Irak
5. Manusia Gunung Carmel - Ditemukan di gua-gua Tabun serta Skhul Palestina
6. Manusia Steinheim - Berasal dari Jerman
A. Manusia Kera dari Afrika Selatan
1. Australopithecus Africanus
Australopithecus africanus ditemukan di desa Taung di sekitar Bechunaland ditemukan oleh Raymond Dart tahun 1924. Bagian tubuh yang ditemukan hanya fosil tengkorak kepala saja.
2. Paranthropus Robustus dan Paranthropus Transvaalensis
Dua penemuan tersebut ditemukan di daerah Amerika Selatan dengan ciri isi volume otak sekitar 600 cm kubik, hidup di lingkungan terbuka, serta memiliki tinggi badan kurang lebih 1,5 meter. Kedua fosil menusia kera tersebut disebut australopithecus.
B. Manusia Purba / Homo Erectus
1. Sinanthropus Pekinensis
Sinanthropus pekinensis adalah manusia purba yang fosilnya ditemukan di gua naga daerah Peking negara Cina oleh Davidson Black dan Franz Weidenreich. Sinanthropus pekinensis dianggap bagian dari kelompok pithecanthropus karena memiliki ciri tubuh atau badan yang mirip serta hidup di era zaman yang bersamaan. Sinanthropus pekinensis memiliki volume isi otak sekitar kurang lebih 900 sampai 1200 cm kubik.
2. Meganthropus Palaeojavanicus / Manusia Raksasa Jawa
Meganthropus palaeojavanicus ditemukan di Sangiran di pulau jawa oleh Von Koningswald pada tahun 1939 - 1941.
3. Manusia Heidelberg
Manusia heidelberg ditemukan di Jerman
4. Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus erectus adalah manusia purba yang pertama kali fosil telang belulang ditemukan di Trinil Jawa Tengah pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois. Pithecanthropus erectus hidup di jaman pleistosin atau kira-kira 300.000 hingga 500.000 tahun yang lalu. Volume otak Pithecanthropus erectus diperkirakan sekitar 770 - 1000 cm kubik. Bagian tulang-belulang fosil manusia purba yang ditemukan tersebut adalah tulang rahang, beberapa gigi, serta sebagian tulang tengkorak.
C. Manusia Modern
Pengertian atau arti definisi manusia modern adalah manusia yang termasuk ke dalam spesies homo sapiens dengan isi volum otak kira-kira 1450 cm kubik hidup sekitar 15.000 hingga 150.000 tahun yang lalu. Manusia modern disebut modern karena hampir mirip atau menyerupai manusia yang ada pada saat ini atau sekarang.
1. Manusia Swanscombe - Berasal dari Inggris
2. Manusia Neandertal - Ditemukan di lembah Neander
3. Manusia Cro-Magnon / Cromagnon / Crogmanon - Ditemukan di gua Cro-Magnon, Lascaux Prancis. Dicurigai sebagai campuran antara manusia Neandertal dengan manusia Gunung Carmel.
4. Manusia Shanidar - Fosil dijumpai di Negara Irak
5. Manusia Gunung Carmel - Ditemukan di gua-gua Tabun serta Skhul Palestina
6. Manusia Steinheim - Berasal dari Jerman
Penutup
Kesimpulan :
Penemuan manusia purba
diawali dengan kegiatan excavasi / penggalian di tempat-tempat yang diyakini
terdapat fosil-fosil manusia purba. Di Negara Indonesia sendiri telah banyak
ditemuakan berbagai macam fosil manusia purba seperti di daerah Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Fosil –fosil tersebut terbagi atas tiga jenis yaitu Megantruphus,
pithechantripus, dan Homo dengan berbagai macam subjenis. Di daerah Nusa
Tenggara ditemukan pula jenis baru manusia purba yang telah berevolusi karena
terkena penyakit gangguan pertumbuhan yang disebut mikrosefali (“kepala
kecil”). Penemuan –penemuan tersebut menambah pengetahuan terutama di bidang
ilmu sejarah sekarang ini.
Daftar
Pustaka
Organisasi.Org
Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia
http://berita.balihita.com/wp-content/uploads/2010/03/Sejarah-Penemuan-Fosil-Manusia-Purba-Manusia-Kera-Manusia-Modern-Teori-Perkembangan-Evolusi-Antar-Waktu-Arkeologi-Biologi.jpg
http://www.tempointeraktif.com
Wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar