MAKALAH
SEJARAH
“KEHIDUPAN
MANUSIA PURBA DI MASA BERBURU DAN MERAMU TINGKAT SEDERHANA”
OLEH :
NAMA :
NIM
JURUSAN :PEND. IPS TERPADDU
UNIVERSITAS
TAHUN AJARAN 2013/2014
TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur tak henti-hentinya kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kita kesempatan bernafas menghirup gas O2 dan menghembuskan gas CO2, sehingga
kita masih bisa berdiri di atas bumi yang penuh dengan berbagai cpitaan dari Allah
SWT. Begitupun kita tak lupa mengirimkan shalawat dan salam kepadda nabi
Muhammad SAW. Yang telah membukakan kita pintu menuju jalan yang disinari oleh
cahaya yang terang bendrang.
Ucapan
terima kasih pula saya ucapkan kepada dosen pembimbing dalam makalah “Sejarah
Manusia Purba” yang telah memberikan saya arahan dalam mempelajari makalah ini.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pola kehidupan dari manusia purba,
mulai dari sistem sosial prekonomian, sosial budaya, kepercayaan, dan pola berburu
dan mengumpulkan makanan.
LUBUKLINGGAU,,,,,,
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
PEMBAHASAN
1. Sistem
Sosial Budaya Manusia Purba………………………...…………………...1
2. Sistem
Budaya Kepercayaan Manusia Purba……………………………………5
3. Sistem
Kebudayaan Manusia Purba……………………………………………...7
4. Siistem
Pola merburu dan Meramu Makanan…………………………………..9
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………15
A.
Sistem Sosial Perekonomian Manusia
Purba
Sebagai manusia, manusia purba pun adalah makhluk
sosial yang melakukan interaksi, atau komunikasi antara sesama makhluk hidup,
namu komunikasi yang mereka lakukan tidak sama dengan komunikasi yang kita
lkukan seperti saant ini. Begitupun dengan kehidupan perekonomian manusia
purba, sebagai makhluk sosial mreka juga melakukan kegiatan perekonomian,
walaupun mereka tak sadar bahwa mereka melakukan kegiatan perekonomian. Berikut
ini akan di jelaskan mengenai kehidupan sosial perekonomian manusia purba.
·
Kehidupan
Sosial
Pada masyarakat
food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang
mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan
hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
Sebab mereka hidup
berpindah-pindah adalah sebagai berikut:
a. Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di
tempat yang mereka diami.
b. Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah
tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik.
c. Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan
mereka tersedia lebih banyak dan mudah diperoleh.
·
Mereka masih hidup mengembara. Tempat
tinggal sementara di gua-gua. Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai
·
Mencari makanan berupa binatang buruan
dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang
sebagai makanannya.
·
Mereka hidup dalam kelompok-kelompok
kecil untuk memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan/ mengumpulkan
makanan.
·
Dalam kelompok-kelompok tersebut
terdapat pembagian tugas kerja. Laki-laki pada umumnya melakukan perburuan.
Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan
merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang akan di makan.
·
Hubungan antar anggota sangat erat,
mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok
dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas.
·
Populasi pertumbuhan penduduk sangat
kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan yang masih sanagat primitif
membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
·
Masa Bercocok Tanam
☼ Kehidupan bercocok tanamnya dikenal
dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan
menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka akan berpindah ke tempat
lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Hal ini
dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai menetapkan
kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan
☼ Telah tinggal
menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan cara
bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah
dapat menguasai alam lingkungan.
☼ Dengan hidup menetap, merupakan titik
awal dan perkembangan kehidupan manusia unt uk mencapai
kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan
mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.
☼ Jumlah anggota kelompoknya semakin
besar sehingga membuat kelompok-kelompok perkampungan, meskipun mereka masih
sering berpindah-pindah tempat tinggal.
☼ Populasi penduduk
meningkat. Usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun.
☼ Muncul kegiatan kehidupan perkampungan,
oleh karena itu di buat peraturan, untuk menjaga ketertiban kehidupan
masyarakat.
☼
Di angkat seorang
pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para anggotanya.
☼ Mereka hidup bergotong royong,
sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
b) Kehidupan Ekonomi
·
Masa Perundagian
~
Pada masa ini belum ada tanda-tanda
adanya kehidupan ekonomi.
~
Pada masa ini untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka bekerjasama dalam kelompok (10-15 orang) untuk berburu dan
mengumpulkan makanan. Sehingga kebutuhan hidup mereka dapat dipenuhi dengan
cara mengambil apa yang ada di alam. Ketika persediaan makanan di suatu daerah
sudah habis maka mereka akan berpindah dan mencari daerah lain yang menyediakan
kebutuhan hidup mereka.
~
Memang pada akhir masa ini dapat
diketahui bahwa asal kapak genggam dan alat-alat serpih serta alat-alat tulang
berasal dari Asia. Namun belum ada bukti-bukti yang menunjukkan adanya
tanda-tanda berupa alat penukar.
Kebudayaan
kapak perunggu berkembang pada zaman perundagian. Pada zaman perundagian
manusia tinggal di daerah pegunungan, daerah rendah dan tepi pantai. Pada zaman
perundagian kehidupan manusia merupakan peningkatan cara bertahan hidupa
manusia dari zaman sebelumnya.
Pada
zaman bercocok tanam, manusia sudah tinggal menetap di desa-desa atau
perkampungan serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan bersama, yaitu
menghasilkan makanan sendiri terutama dari sektor pertanian dan peternakan,
tidak lagi menggantugkan kehidupannya dari pemberian alam. Dalam masa bertempat
tinggal menetap ini, manusia berdaya upaya untuk meningkatkan kegiatannya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang terpenting dari peningkatan hidup tersebut
antara lain pembuatan benda-benda dari logam seperti kapak perunggu.
Khusus
dalam pembuatan alat dari logam diperlukan orang-orang yang terampil, sehingga
dalam masa perundagian terdapat kelompok orang yang memiliki keahian khusus,
yaitu golongan undagi atau golongan orang-orang yang terampil. Golongan undagi
tersebut misalnya dalam pembuatan rumah dari kayu, pembuatan barang-barang
gerabah, pembuatan barang dari logam dan sebaganinya.
Walapun
pada zaman itu sudah mengenal peralatan dari logam, tetapi karena bahan baku
logam dan teknologi pembuatan yang masih terbatas, sehingga peralatan dari dari
zaman sebelumnya masih dipergunakan. Hal ini di dasarkan atas penemuan
peralatan dari batu di tempat penemuan peninggalan zaman perundagian. Peralatan
dari batu kemungkinan masih dipergunakan oleh golongan orang biasa sedangkan
peralatan dari logam oleh golongan tertentu, hal ini disebabkan oleh bahan baku
dan kemampuan teknologi yang terbatas sehingga peralatan dari logam hanya
dipergunakan oleh golongan masyarakat tertentu. Mengingat bahan baku untuk pembuatan
peralatan perunggu masih terbatas, dan tidak terapat di sembarangan tempat,
maka barang-barang tersebut harus didatangkan dari daerah lain, hal ini berarti
adanya sebuah perdagangan. Adanya perdagangan ini berarti adanya sebuah
interaksi budaya.
Peninggalan prasejarah masa perundagian menunjukan kekayaan dan keanekaragaman budaya yang tumbuh dan berkembang pada masa itu. Benda-benda hasil penemuan menunjukan adanya sebuah perkembangan kemahiran dalam pembuatan peralatan hidup. Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam berbagai bidang akhirnya mempengaruhi terhadap kesejahtraan hidup, sehingga berpengaruh terhadap perkembangan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang sebelumnya bertempat tinggal secara berkelompok telah membentuk sebuah perkampungan. Gabungan dari beberapa perkampungan terdekat akhirnya membentuk sebuah desa. Kebanyakan tempat penemuan yang meninggalkan sisa-sisa kehidupan kelompok manusia tersebut terletak di daerah dekat pantai. Perpindahan penduduk atau pelayaran lebih banyak terjadi pada masa perundagian dari masa sebelumnya. Bentuk mata pencaharian yang berkembang adalah pertanian dalam bentuk perladagangan atau persawahan, nelayan dan perdagangan.
Peninggalan prasejarah masa perundagian menunjukan kekayaan dan keanekaragaman budaya yang tumbuh dan berkembang pada masa itu. Benda-benda hasil penemuan menunjukan adanya sebuah perkembangan kemahiran dalam pembuatan peralatan hidup. Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam berbagai bidang akhirnya mempengaruhi terhadap kesejahtraan hidup, sehingga berpengaruh terhadap perkembangan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang sebelumnya bertempat tinggal secara berkelompok telah membentuk sebuah perkampungan. Gabungan dari beberapa perkampungan terdekat akhirnya membentuk sebuah desa. Kebanyakan tempat penemuan yang meninggalkan sisa-sisa kehidupan kelompok manusia tersebut terletak di daerah dekat pantai. Perpindahan penduduk atau pelayaran lebih banyak terjadi pada masa perundagian dari masa sebelumnya. Bentuk mata pencaharian yang berkembang adalah pertanian dalam bentuk perladagangan atau persawahan, nelayan dan perdagangan.
·
Masa Food Gathering
Mereka telah
mengenal sistem barter, dimana terjadi pertukaran barang dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Sistem barter merupakan langkah awal bagi munculnya
sistem perdagangan/ sistem ekonomi dalam masyarakat.
☺ Hubungan antar anggota masyarakat
semakin erat baik itu di lingkungan daerah tersebut maupun di luar daerah
☺ Sistem perdagangan semakin berkembang
seiring dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat.
☺ Untuk memperlancar diperlukan suatu
tempat khusus bagi pertemuan antara pedagang dan pembeli yang pada
perkembangannya disebut dengan pasar. Melalui pasar masyarakat dapat memenuhi
sebuah kebutuhan hidupnya.
B.
Sistem Kepercayaan Manusia Purba
Sebagai makhluk
yang mendiami bumi, tentunya memiliki pemikiran bahwa siapakah yang menciptakan
dunia ini dan segala isinya? Serta yang menciptkan kita siapa? Dari
pertanyaan-pertanyaan itulah yang menyebabkan manusia purba memiliki sistem
kpercayaan yang mereka anggap sebagai pencipta mereka. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai sistem kepercayaan manusia purba.
1. MASA
BERBURU
♣ Pada masa ini kepercayaan masyarakat
semakin bertambah, bahkan masyarakat juga mempunyai konsep tentang apa yang
terjadi dengan seseorang yang telah meninggal
♣ Inti
kepercayaannya, yaitu penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang sebagai
suatu kepercayaan yang berkembang di seluruh dunia.
♣ Di Indonesia, kepercayaan dan pemujaan
terhadap roh nenek moyang terlihat melalui peninggalan berupa tugu-tugu batu/
bangunan megalitikum yang letaknya di puncak bukit, di lereng gunung/ tempat
yang lebih tinggi dari daratan sekitarnya. Hal ini muncul dari anggapan
masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada pada suatu tempat yang lebih tinggi. Terdapat
peninggalan yang berhubungan dengan kepercayaan, yaitu terdapat kebudayaan batu
besar seperti menhir, dolmen, sarkofagus, waruga, arca, serta punden berundak
♣ Kepercayaan
masyarakat pada masa ini diwujudkan dalam berbagai upacara tradisi Megalitikum/upacara-upacara
keagamaan, persembahan kepada dewa dan upacara penguburan mayat yang dibekali
dengan benda milik pribadi ke kuburnya.
♣ Terdapat kepala
suku yang memiliki kekuasaan dan tanggungjawab penuh terhadap kelompok sukunya.
Seorang kepala suku dapat mengatur dan melindungi kelompok sukunya dari segala
bentuk ancaman seperti, ancaman dari binatang buas, ancaman dari kelompok
lainnya, ancaman dari wabah penyakit. Roh nenek moyang selau mengawasi kelompok
masyarakatnya. Kepala suku berhak mengambil keputusan apapun.
♣ Wujud kepercayaan
pada masa ini tampak dengan telah dihasilkan bangunan megalit, seperti menhir,
dolmen, keranda, kubur batu, dll. Adanya bangunan megalit menunjukkan bahwa
pemujaan roh nenek moyang mempunyai tempat penting dalam kehidupan rohani pada
masa itu. Pada masa itu telah ada pula upacara yang berkaitan erat dengan
kepercayaan atau agama.
2. MASA
PERUNDAGIAN
~
Keberhasilan segala usaha dianggap
tergantung pada kekuatan supranatural oleh karena itu setiap usaha harus
dimulai dengan upacara khusus untuk mendapatkan restu dari nenek moyang.
~
Dalam seni lukisan semakin
menggambarkan kehidupan beragama yang menetap. Lukisan tersebut dimaksudkan
untuk memuja roh nenek moyang. Kepercayaan terhadap roh nenek moyang tersebut
disertai dengan upacara-upacara tertentu. Pada masa ini golongan ulama memiliki
kedudukan yang penting dalam masyarakat, sebab mereka adalah orang yang
menghubungkan antara dunia dengan kekeuatan gaib.
C.
Sistem Budaya Manusia Purba
Kehidupan Sosial Budaya
Susunan masyarakat
dalam masa perundagian tidak dapat diketahui dengan pasti. Untuk memperoleh
gambaran sedikit tentang hasil kehidupan sosial budaya pada masa itu, kita
peroleh dari hasil penelitian peninggalan-peninggalan yang berupa
kuburan-kuburan yang berasal dari zaman perundagian. Dari kuburan-kuburan
tersebut dapat diketahui adanya orang-orang tertentu yang dikuburkan secara
upacara khusus. Cara penguburan yang khusus dapat dilihat dari cara penempatan
mayat dalam kuburan peti batu, sarkofagus atau tempayan khusus dan sebaginya.
Upacara khusus dapat dilihat dari berbagai jenis bekal kubur yang terdapat
dalam kuburan-kuburan itu.
Dari
penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa ada orang-orang yang dapat
diperlakukan khusus setelah mereka meninggal. Dapat diduga bahwa mereka adalah
orang-orang yang memiliki kedudukan terkemuka dalam masyarakat. Dari perlakuan
khusus terdapat tokoh-tokoh tertentu, maka dalaplah dikatakan bahwa masyarakat
pada masa itu telah memiliki norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap
menghargai kepemimpinan seseorang. Walaupun dapat kita pastikan bahwa
masyarakat pada masa itu didasarkan atas gotong royong, namun telah berkembang
norma-norma yang mengatur hubungan antara yang dipimpin dan yang memimpin.
Norma-norma tersebut tentunya telah tumbuh dan berkembang dalam masa
berabad-abad.
Kepercayaan
pada masa perundagian di Indonesia sebenarnya tidak berbeda dengan kepercayaan
masa bercocok tanam, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Orang
beranggapan bahwa roh nenek moyang berpengaruh terhadap perjalanan hidup
manusia dan masyarakatnya, karena itu arwah nenek moyang harus
selaludiperhatikan dan dihormati dengan mengadakan upacara-upacara dan
memberikan sesaji-sesaji. Adanya suatu kepercayaan bahwa orang yang sudah
meninggal memerlukan barang-barang seperti semasa hidupnya, maka bagi orang
yang terpandang atau mempunyai kedudukan dalam masyarakat, diadakan
upacara-upacara penguburan dengan pemberian bekal kubur lengkap. Bekal kubur
itu dapt berupa macam-macam barang seperti periuk, benda dari perunggu dan
besi, manik-manik dan perhiasan lain serta jenis unggas.
Kehidupan
pada masa perundagian diliputi perasaan solidaritas yang tertanam dalam
sanubari tiap warga masyarakat sebagai warisan nenek moyang. Sebagai akibat
adat kebiasaan dan kepercayaan yang kuat, maka kebebasan individu agak
terbatas, karena pelanggaran yang dilakukan dianggap membahayakan masyarakat.
Kalau ada orang memiliki kekayaan lebih dari orang lain, kebanyakan ia adalah
seorang kepala suku atau mereka adalah orang-orang yang berkedudukan penting
dalam masyarakat. Tetapi kekayaan itu pun dipergunakan untuk kepentingan
masyarakat. Penguasaan dan pengambilan sumber penghidupan diatur menurut tata
tertib dan kebiasaan masyarakat. Pemakaian barang-barang dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari di dasarkan atas sifat magis atas barang-barang tersebut.
Pada masa itu
ada kultus kepemimpinan dan pemujaan kepada suatu yang suci di luar diri
manusia dan hal ini dikuasai oleh suatu yang lebih tinggi. Dalam masyarakat
mulai jelas ada pembedaan golongan-golongan tertentu seperti golongan-golongan
pengatur upacara atau berhubungan dengan kepercayaan, golongan petani, golongan
pedagang dan para pembuat benda dari logam atau gerabah.
Upacara-upacara
bersifat pemujaan ada juga yang berhubungan dengan peranan laut. Sebagai bangsa
yang telah lama mengarungi laut, maka dalam masyarakat Indonesia masa
perundagian lautpun memegang peranan penting dalam kepercayaan masa itu.
Disamping pemujaan leluhur yang telah dilakukan di punden-punden batu berundak,
ada pula upacara di laut. Bagaiman bentuk upacara laut pada masa itu, belum
bisa diketahui dengan pasti karena belum ditemukan peninggalan-peninggalan yang
memberikan petunjuk dengan pasti. Mungkin upacara yang sekarang masih dilakukan
oleh para nelayan yang berhubungan dengan laut masih mengandung unsur yang
menggambarkan keadaan masa lampau. Misalnya selamatan yang berhubungan dengan
pembuatan perahu, sedang laut dan sebagainya.
Kemahiran
mengarungi laut telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak masa prasejarah,
dengan demikian pengetahuan mengenai astronomi untuk mengetahui arah pelayaran
telah mereka ketahui. Kemudia ini kemudia sangat berguna pada waktu mereka
mengembangkan cara bercocok tanam dengan mempergunakan pengetahuan astronomi. Bentuk
kepercayaan masa perundagian dapat kita ketahui melalui benda-benda peninggalan
yang kita temukan dari masa itu.
Keterangan
pertama tentang kapak perunggu diberitakan Ramphius pada awal abad ke-18. Sejak
sertengahan abah ke-19 mulai dilakukan pengumpulan dan pencatatan asal-usulnya
oleh Koninklijk Bataviaasch Genootschap. Kemudian penelitian ditingkatkan kea
rah tipologi dan uraian tentang distribusi dan konsep religious mulai dicoba
berdsarkan bentuk dan pola hiasannya. Secara tipologis kepak perunggu dapat
dibagi dalam dua golongan, yaitu kapak corong (kapak sepatu) dan kapak upacara.
Kemudian Heekeren mengklasifikasikan kapak ini menjadi kapak corong, kapak
upacara dan tembilang atau tajak. Pembagian ini diperluas lagi oleh Soejono
dengan mengadakan penelitian lebih cermat tentang bentuk-bentuk kapak dan
membagi kapak perunggu menjadi delapan tipe pokok dengan menentukan daerah
persebarannya.
D.
Pola Berburu dan Meramu/Bercocok
Tanam
Manusia prasejarah pada waktu
berburu dan mengumpulkan makanan menghadapi berbagai kesulitan. Keadaan alam
masa itu masih liar dan keadaan bumi belum stabil. Letusan gunung berapi masih
sering terjadi disertai gempa bumi yang menakutkan, demikian pula lahar panas
yang membara mengancam kehidupan manusia. Aliran sungai kadang-kadang berpindah
sejalan dengan perubahan bentuk permukaan bumi.
Mereka hidup berpidah-pindah tempat,
mencari daerah yang dapat menghasilkan makanan. Karena sulitnya mencari bahan
makanan, pertumbuhan populasi mereka sangat sedikit dan banyak yang mati dan akhirnya
punah. Seperti diketahui, alat-alat pada zaman Paleolithikum terdiri atas
kapak-kapak genggam dan alat dari tulang atau tanduk rusa yang berbentuk belati
dan ada pula alat dari tulang yang sisinya bergerigi dan dipergunakan untuk
ujung tombak. Alat-alat itu dipergunakan untuk berburu atau menangkap ikan.
Alat lainnya dipergunakan untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah.
Hewan-hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang, kerbau, kera, gajah, kuda nil, dan beberapa jenis hewan buas lainnya. Suatu cara berburu mereka antara lain dengan membuat lubang-lubang jebakan atau menggiring hewan ke arah jurang yang terjal.
Kelompok berburu terdiri atas keluarga kecil dengan pembagian tugas yaitu: yang laki-laki melakukan pemburuan dan yang perempuan mengumpulkan makanan, tumbuh-tumbuhan, dan hewan-hewan kecil yang tidak memerlukan tenaga besar. Tempat-tempat yang menarik bagi mereka untuk dihuni ialah daerah yang cukup mengandung bahan makanan dan air, terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dilalui buruan. Tempat-tempat semacam itu berupa padang-padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang terletak berdekatan dengan sungai atau danau. Hewan yang berkeliaran di tempat-tempat itu menjadi binatang buruan.
Hewan-hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang, kerbau, kera, gajah, kuda nil, dan beberapa jenis hewan buas lainnya. Suatu cara berburu mereka antara lain dengan membuat lubang-lubang jebakan atau menggiring hewan ke arah jurang yang terjal.
Kelompok berburu terdiri atas keluarga kecil dengan pembagian tugas yaitu: yang laki-laki melakukan pemburuan dan yang perempuan mengumpulkan makanan, tumbuh-tumbuhan, dan hewan-hewan kecil yang tidak memerlukan tenaga besar. Tempat-tempat yang menarik bagi mereka untuk dihuni ialah daerah yang cukup mengandung bahan makanan dan air, terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dilalui buruan. Tempat-tempat semacam itu berupa padang-padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang terletak berdekatan dengan sungai atau danau. Hewan yang berkeliaran di tempat-tempat itu menjadi binatang buruan.
Untuk menghadapi kemungkinan bahaya,
mereka hidup berkelompok dan berlindung dalam gua-gua. Bahaya itu datang dari
serangan binatang-binatang buas yang diburunya atau bencana alam yang sering
terjadi, seperti letusan gunung berapi.
Masyarakat berburu dan mengumpulkan
makanan telah mengenal api, menyalakan dan memeliharanya. Api ternyata
bermanfaat bagi kehidupan manusia untuk berbagai keperluan, misalnya memanaskan
makanan, membakar daging supaya menjadi lunak untuk dikunyah, untuk penerangan,
dan mengusir binatang buas yang hendak mengganggu. Api mula-mula dikenal dari
gejala alam, misalnya percikan gunung berapi, kebakaran hutan yang sering
ditimbulkan oleh halilintar atau nyala api yang tersembur dari dalam bumi,
karena mengandung gas. Secara lambat laun mereka dapat menyalakan api dengan
cara menggosok batu dengan batu yang mengandung unsur besi, sehingga
menimbulkan percikan api. Percikan-percikan api itu ditampung pada semacam
lumut kering, sehingga terjadi bara api. Pada masyarakat
food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang
mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan
hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
Sebab mereka hidup
berpindah-pindah adalah sebagai berikut:
·
Binatang buruan dan umbi-umbian semakin
berkurang di tempat yang mereka diami.
·
Musim kemarau menyebabkan binatang
buruan berpindah tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik.
·
Mereka berusaha menemukan tempat dimana
kebutuhan mereka tersedia lebih banyak dan mudah diperoleh.
·
Mereka masih hidup mengembara. Tempat
tinggal sementara di gua-gua. Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai
·
Mencari makanan berupa binatang buruan
dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang
sebagai makanannya.
·
Mereka hidup dalam kelompok-kelompok
kecil untuk memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan/ mengumpulkan
makanan.
·
Dalam kelompok-kelompok tersebut
terdapat pembagian tugas kerja. Laki-laki pada umumnya melakukan perburuan.
Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan
merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang akan di makan.
·
Hubungan antar anggota sangat erat,
mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok
dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas.
·
Populasi pertumbuhan penduduk sangat
kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan yang masih sanagat primitif
membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
MASA PERTANIAN
§ Bertani adalah
mata pencahariannya. Mulai membudidayaakan tanaman dan hewan peliharaan
tertentu seperti membudidayakan tanaman padi dan memelihara kerbau sebagai
hewan ternak
§ Mereka sudah
berladang/ bersawah, dalam bekerja mereka melakukan secara bersama-bersama/ secara
gotong-royong. Dengan alat pendukung kapak perunggu yang berfungsi sebagai
pacul.
§ Untuk mengisi
waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/ rotan
§ Mendiami
tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas
§ Mulai mendirikan
rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang disertai dengan
upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka sudah
mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi sebagai
alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah
dengan cara gotong-royong pula.
§ Muncul ikatan
sosial antara masyarakat dan keluarga
§ Muncul struktur
kepemimpinan di kampung
§ Mulai digunakan
bahasa sebagai alat komunikasi
§ Mereka telah
memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya kerjasama dengan cara pembagian
kerja
§ Mereka memiliki
kebiasaan untuk menyelenggarakan upacar adat tertentu.
PENUTUP
Dengan berakhrnya pembahasan dari
pola berburu dan meramu makanan, maka berakhir pula materi dalam makalah ini.
Apabila dalam makalh ini terdapat kesalahan saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya, karena mungkin dalam makalah ini terdapat keslahan, tapi iinilah
yang dapat saya berikan kepada para pembaca sekalian. Saya ini hanyalah manusia
yang tak luput dari kesalahhan, jjika memang terdapat kesalahan, saya mohon
saran dan nasehat sehat dari para pembaca sekalian agar makalah kedepannya bisa
lebih sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Organisasi.Org Komunitas &
Perpustakaan Online Indonesia
http://berita.balihita.com/wp-content/uploads/2010/03/Sejarah-Penemuan-Fosil-Manusia-Purba-Manusia-Kera-Manusia-Modern-Teori-Perkembangan-Evolusi-Antar-Waktu-Arkeologi-Biologi.jpg http://www.tempointeraktif.com
Wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar