Rate This
Sering sekali kita dapati diri kita merasa berat untuk beramal kebaikan.
Padahal kita telah mengetahui kebaikan amal tersebut. Dan juga sering
didapatkan jiwa kita berat untuk meninggalkan apa yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala larang. Padahal, kita telah tahu keburukan dan
bahayanya. Baik bahaya di dunia yang disegerakan ini, maupun bahaya
nanti di hari akhir.
Banyak juga saudara-saudara kita yang mungkin juga termasuk kita
senidiri, merasa bahwa shalat yang dilakukan tak berfaidah apa-apa
baginya. Sehingga ia menyoal, bagiamana kebenaran ayat bahwa shalat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Nyatanya, tetap saja perbuatan
keji dan mungkar dilakukan.
Bila kita menyadari tentu kita menilai bahwa dua hal ini sangat
membahayakan. Lalu bagaimana kita bisa menepisnya?
Pertama perlu diketahui, bahwa hal tersebut terjadi bukan tanpa
sebab. Namun, ia terjadi karena adanya sebab-sebab. Di antara sebabnya
ialah memperturutkan nafsu. Tatkala seseorang tak lagi memiliki sikap
menahan diri dari segala keburukan yang membawanya menuju takwa,
sehingga ia akan melihat yang haram itu haram. Tatkala itulah ia akan
mudah menuruti nafsu.
Seseorang apabila mau bercermin meliahat dirinya sendiri, melihat
bahwa dirinya bukan sekadar jasad yang akan mati dan musnah dimakan
tanah. Namun, ia melihat bahwa kelak ia akan kembali kepada Allah
‘Azza wa Jalla meski selama apapun ia kan hidup di dunia ini, tentu
ia akan mampu mengalahkan nafsunya, bahkan ia akan kuasa atas nafsunya.
Di antara sebabnya juga ialah karena setan menjadikan kemaksiatan
seperti ini dipandang remeh dan kecil belaka oleh seseorang. Hati
seseorang dibutakan oleh setan dari bisa melihat besar dan hebatnya
maksiat. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengingatkan dengan sabda beliau,
“Hati-hatilah kalian dari hal meremehkan dosa-dosa. Sungguh,
permisalannya ialah seperti suatu kaum yang mendatangi suatu tempat lalu
ia ambil sedahan kayu darinya, dan datang ke tempat lainnya dan ia juga
mengambil sedahan kayu darinya, lalu ia datang lagi ke tempat lainnya
dan ia juga mengambil sedahan kayu saja darinya. Lalu tak ia sangka ia
telah mengumpulkan kayu bakar yang banyak sekali yang mampu mengobarkan
api yang menjilat-jilat.” (Musnad Ahmad, 6/367 (3817))
Demikianlah keadaan kemaksiatan yang diremehkan. Di mana seseorang
melihatnya sangat remeh sehingga ia tetap ada padanya. Akhirnya iapun
menjadi suatu dosa di antara dosa-dosa besar.
Oleh karenanya, sebagian ahli ilmu dari kalangan salaf kita yang
shalih mengatakan,
“Sesungguhnya terus-menerus di dalam dosa-dosa kecil menjadikannya
dosa besar, dan sesungguhnya istighfar dari dosa-dosa besarlah
yang akan menghapuskannya.”
Oleh karenanya juga, kita nasihatkan kepada diri-diri kita, segeralah
muhasabah, lihatlah siapa dirimu di hadapan Rabbul ‘alamin ‘Azza wa
Jalla Zat Yang Mahabesar!
Kedua, tentunya tak seorang msulim pun yang mengingkari kebenaran
ayat al-Quran tentang bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Mengapa ada yang menyoal kebenarannya?
Masalahnya bukan pada ayatnya. Sebab semua ayat al-Quran benar.
Namun, masalahnya ialah pada shalatnya. Berapa banyak orang yang shalat,
namun tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya? Berapa banyak orang
yang merasa telah shalat, padahal sungguh seandainya ia tahu apa yang
telah ia lakukan tidak layak disebt shalat. Sebab, ia shalat hanya
gerakan-gerakan badan. Ia shalat hanya sekadar “menyempat-nyempatkan”
menunaikan kewajiban. Sementara hati, jiwa dan kekhusyuanya entah ke
mana perginya. Bagaimana shalat yang dilakukan bermanfaat baginya?
Benarlah yang disabdakan oleh Rasulullah shallaallahu alaihi wa
sallam, yang artinya, “Sungguh, seseorang telah melakukan
shalat, dan ia tidak mendapati faidah dari shalatnya selain
sepersepuluhnya, atau sepersembilannya, atau seperdelapannya, atau
sepertujuhnya…” Perawi Hadits ini mengatakan, “Demikian
seterusnya sampai habis bilangan disebutkan oleh beliau.” (HR. Musnad
Ahmad, 4/319 (18899).
Jadi, bisa jadi yang tepat ialah bukan menyoal kebenaran ayat yang
pasti benar, namun tanyakan sejauh mana shalat yang kita lakukan telah
mengantarkan kita menggapai faidah-faidahnya? Sebab berapa besar faidah
shalat yang kita harapkan, sesuai dengan sebaik apa kualitas shalat yang
kita lakukan. Sesuai sebesar apa ke-khusyu‘-an hati kita yang
kita hadirkan.
Yang penting juga, bahwa hati akan mudah khusyu’ apabila
bersih dari racun-racun yang mencemarinya. Ialah kemaksiatan dan
dosa-dosa. Bisa jadi karena hati ini belum bersih dari noda dosa,
sehingga berat diajak khusyu’ tunduk di hadapan-Nya, meski
dipaksa. Naudzubillahi min dzalik.
Allahumma, ya Allah, anugerahkanlah kepada hamba lisan yang
banyak berdzikir, dan hati yang khusyu’, serta doa yang Engkau
kabulkan. Amin.
Rabu, 05 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Cara Cepat Belajar Mengaji Al quran Untuk Pemula [Mudah dan Praktis] November 9, 2017 by Miqdad Nashr Belajar Mengaji – Kitab Al...
-
makalah model pembelajaran kooperatif Makalah Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Bab I Pendahuluan A. Lata...
-
Cara Cepat Belajar Mengaji Al quran Untuk Pemula [Mudah dan Praktis] November 9, 2017 by Miqdad Nashr Belajar Mengaji – Kitab Al...
-
Pengertian Drama dan Teater Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah pros...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar