Jumat, 27 Juni 2014

Arti Kata Kafir


Orang-orang Islam sering menyebut mereka yang non-Muslim sebagai kafir. Apakah ada orang yang senang disebut kafir? Jelas tidak ada, bukan? Sebelum kita memberi “label” ini kepada seseorang, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan kafir.

Arti Kata Kafir

Kata “kafir” berasal dari bahasa Arab. Artinya: orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran. Dalam terminologi kultural, kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang yang mengingkari nikmat Allah.
Bila melihat pengertian di atas, jelas orang Kristen tidak termasuk dalam bagian tersebut. Karena orang Kristen tidak menyembunyikan atau mengingkari kebenaran Allah.
Lalu, sungguhkah Allah sendiri yang memberi label ini kepada golongan manusia tertentu? Menurut firman Allah, semua manusia yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah yang sama. Sehingga, Tuhan yang menciptakan orang Islam, adalah Tuhan yang sama, yang menciptakan orang Budha, Kristen, Hindu, Ateis, dll. Dan seharusnya Dia tidak pilih kasih kepada ciptaan-Nya, bukan?

Pengikut Isa Bukan Orang Kafir

Kami percaya Allah adalah Tuhan yang adil dan maha kasih. Sehingga walau pun seseorang melanggar hukum-Nya, Ia tetap mengasihinya. Karena Allah adalah sumber dari segala kasih.
Tentang pengikut Isa Al-Masih, Al-Quran berkata, “dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu [yaitu Isa Al-Masih] di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya" (Qs 3:55).
Dengan jelas Al-Quran menyatakan bahwa pengikut Isa Al-Masih atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kristen, akan diletakkan di atas orang-orang kafir. Sehingga dapat disimpulkan, label “kafir” yang disematkan oleh orang Islam selama ini kepada orang Kristen adalah keliru!

Isa Al-Masih Sumber dari Terang

Sulit untuk dipahami, bagaimana mungkin pengikut Isa Al-Masih, "seorang terkemuka di dunia dan di akhirat" (Qs 3:45), dapat disebut kafir?
Isa Al-Masih berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:12).
Orang-orang yang mengikuti Isa Al-Masih, adalah orang-orang yang telah menerima terang kemuliaan Allah. Sehingga mereka disebut sebagai anak-anak Allah yang telah menerima warisan Kerajaan Allah. Dan mereka bukanlah orang kafir seperti yang dituduhkan umat Muslim selama ini.
[Staf Isa dan Al-Quran – Sungguh indah bukan bila berada dalam terang kasih Allah? Bila saudara rindu untuk mendapatkan terang tersebut, silakan klik di sini.]
[Staff Isa dan Islam – Kiranya Pembaca dapat menyelidiki lebih dalam tentang Keselamatan dalam Isa Al-Masih]

  Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural كفّار kuffār) secara harfiah berarti orang yang menutupi,  menyembunyikan sesuatu, atau menyembunyikan kebaikan yang telah diterima atau tidak berterima kasih atau mengingkari kebenaran.

            Dalam al-Quran, kata kafir dengan berbagai bentuk kata jadinya disebut sebanyak 525 kali. Kata kafir digunakan dalam al-quran berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan dengan Tuhan,  seperti :
1)      Mengingkari nikmat Tuhan dan tidak berterima kasih kepada-Nya (QS.16:55, QS. 30:34)
2)      Lari dari tanggung jawab (QS.14:22)
3)      Menolak hukum Allah (QS. 5;44)
4)      Meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Allah (QS. 30:44)

            Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur). Namun yang paling dominan, kata kafir digunakan dalam al-Quran adalah kata kafir yang mempunyai arti pendustaan atau pengingkaran terhadap Allah Swt dan Rasul-RasulNya, khususnya nabi Muhammad dan ajaran-ajaran yang dibawanya.

            Secara istilah, kafir adalah orang yang menentang, menolak, kebenaran dari Allah Swt yang di sampaikan oleh RasulNya. atau secara singkat kafir adalah kebalikan dari iman. Dilihat dari istilah, bisa dikatakan bahwa kafir sama dengan non muslim. Yaitu orang yang tidak mengimani Allah dan rasul-rasul-Nya serta ajarannya.

Ditinjau dari segi bahasa, kata kafir tidak selamanya berarti non muslim, karena ada penggunaan kata kafir atau pecahan dari kata kafir seperti kufur, yang bermakna inkar saja, tidak sampai mengeluarkan seseorang dari keislaman. Contohnya kufur nikmat, yaitu orang yang tidak pandai/mensyukuri nikmat Tuhan, atau dalam istilah lain disebut sebagai kufrun duna kufrin (kekufuran yang tidak sampai membawa pelakunya kafir/keluar dari islam).

Etimologi

Kāfir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup. Pada zaman sebelum Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, menutup/mengubur dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Dalam bahasa Islam, kāfir sebuah kata yang digunakan untuk seseorang yang menolak atau tidak memeluk agama Islam. Jadi menurut syariat Islam, manusia kāfir terdiri dari beberapa makna, yaitu :
·         Orang yang tidak beragama Islam atau orang yang tidak mau membaca syahadat.
·         Orang Islam yang tidak mau shalat.
·         Orang Islam yang tidak mau puasa.
·         Orang Islam yang tidak mau berzakat.

Kata kāfir dalam Al-Qur'an


Di dalam Al-Qur'an, kitab suci agama Islam, kata kafir dan variasinya digunakan dalam beberapa penggunaan yang berbeda, diantaranya  :

·         Kufur at-tauhid (Menolak tauhid) :
Dialamatkan kepada mereka yang menolak bahwa Tuhan itu satu. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (Al-Baqarah ayat 6)

·         Kufur al-ni`mah (mengingkari nikmat) :
Dialamatkan kepada mereka yang tidak mau bersyukur kepada Tuhan. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (la takfurun). (Al-Baqarah : 152)

·         Kufur at-tabarri (melepaskan diri)  :
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu (kafarna bikum)..." (Al-Mumtahanahayat 4)

·         Kufur al-juhud  :
Mengingkari sesuatu maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar (kafaru) kepadanya. (Al-Baqarah ayat 89)

·         Kufur at-taghtiyah: (menanam/mengubur sesuatu)  :
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani (kuffar). (Al-Hadid 20)

Jenis-jenis kafir 

            Merujuk kepada makna bahasa dan beragam makna kafir dalam ayat al-Quran, Kafir terbagi menjadi beberapa golongan, diantaranya adalah  :

1)      Kafir harbi, yaitu kafir yang memerangi dan diperangi, yang memusuhi Islam. Mereka senantiasa ingin memecah belah orang-orang mukmin dan bekerja sama dengan orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu (QS. 9:107)

2)      Kafir ’Inad, yaitu kafir yang mengenal Tuhan dengan hati dan mengakui-Nya dengan lidah, tetapi tidak mau menjadikannya sebagai suatu keyakinan karena ada rasa permusuhan, dengki dan semacamnya. Dalam al-Quran mereka digambarkan seperti orang-orang yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah, mendurhakai rasul-rasul Allah Swt, dan menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang menentang kebenaran (QS.11:59).

3)      Kafir inkar, yaitu yang mengingkari Tuhan secar lahir dan batin, Rasul-rasulNya serta ajarannya yang dibawanya, dan hari kemudian. Mereka menolak hal-hal yang bersifat ghaib dan mengingkari eksistensi Tuhan sebagi pencipta, pemelihara dan pengatur alam ini. Mereka seperti penganut ateisme. (QS. 2:212) (QS. 16:107).

4)      Kafir kitabi. Kafir kitabi ini mempunyai ciri khas tersendiri di banding dengan kafir-kafir yang lain, karena kafir kitabi ini meyakini beberapa kepercayaan pokok yang dianut Islam. Akan tetapi kepercayaan mereka tidak utuh, cacat dan parsial. Mereka membuat diskriminasi terhadap rasul-rasul Allah dan kitab-kitab suciNya, terutama terhadap Nabi Muhammad dan Al-Quran. Dalam al-Quran mereka disebut sebagai ahlul kitab, Mereka adalah orang yahudi dan nasrani.

5)      Kafir Dzimi, yaitu orang kafir yang tunduk pada penguasa islam dan membayar jizyah/upeti

6)      Kafir Muahad, yaitu orang kafir yang tinggal di Negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan Negara islam.

7)      Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang masuk ke Negara islam,dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah.

            Dilihat dari macam-macam kafir di atas dan masih ada lagi beberapa istilah kafir, maka kata kafir adalah istilah yang sangat umum, istilah bagi orang yang mengingkari Allah dan RasulNya serta ajaran yang dibawanya, mereka bisa dari kalangan yahudi, nasrani, ateis, majusi, hindu, budha, konghuju dan yang lainya, yang tidak mengimani Allah dan Rasul-rasulnya serta ajarannya. Mereka semua adalah non muslim.

            Sebenarnya jika mereka memahami arti dan konsekuensi dari kata non muslim, sama saja mereka mendengar kata kafir secara istilah. Hanya mungkin kedengarannya lebih halus, ketimbang disebut sebagai kafir.

Orang-orang kafir berakhlak mulia ?

            Bisa saja orang-orang kafir berakhlak baik, seperti jujur, tidak korupsi, tidak berzina, berbuat baik dengan tetangga, menyantuni orang miskin, dll. Namun akhlak baik itu tidak cukup untuk menghapuskan status dia dari katagori orang kafir, manakala mereka tetap ingkar kepada Allah, atau ingkar kepada rasul-rasulnya termasuk Nabi Muhammad dan ajarannya.

            Dalam al-Quran surat almaidah ayat 5: dihalalkan bagi kalian.....perempuan-perempuan yang terjaga kehormatannya dari ahli kitab (yahudi / nasrani). Artinya ada dari kalangan mereka yang secara manusiawi melakukan akhlak atau perilaku yang baik.

            Dalam kehidupan sehari-hari, tidak seharusnya seorang muslim memanggil orang kafir dengan sebutan kafir (wahai orang kafir), meskipun seorang muslim wajib yakin bahwa orang selain islam adalah kafir karena al-Quran telah jelas menyatakan hal itu.

            Rasulullah Saw dalam berinteraksi dengan orang-orang yahudi, atau orang musyrik, kafir quraisy, yang mana mereka adalah golongan orang-orang kafir, Rasulullah tidak memanggil dengan sebutan ”ya kafir”. Tapi beliau menyebut misalnya orang yahudi, nasrani, qurays, bahkan ketika mengirim surat ke raja romawi menggunakan kata-kata ”ya adhimu rum”.

            Jadi yang perlu di fahamkan adalah definisi kafir, katagori kafir dalam Islam, dan ketika penyebutan kata-kata kafir, tidak selamanya mempunyai konotasi beraklak buruk, jahat, dan sifat-sifat kotor lainnya. dan tidak juga pelecehan nilai-nilai kemanusiaan, karena semua manusia adalah ciptaan Allah. dan dari segi humanity semua manusia adalah saudara.  Akan tetapi penyebutan kata kafir lebih kepada masalah keimanan, dimana mereka tidak mau mengimani Allah Swt sebagai Tuhan, dan Muhammad Saw sebagai RasulNya serta mengingkari ajaran-ajarannya. Dan kafir secara istilah sama saja dengan makna non muslim, artinya jika mereka rela dipanggil non muslim, sebenarnya tanpa disadari mereka rela dipanggil kafir dari perspektif islam.

Macam-Macam Kekafiran

               Hadis Jibril yang populer menyebutkan, agama terdiri dari tiga tingkatan,  yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ihsan mencakup Islam dan Iman. Sedang Iman  mencakup Islam, dan Islam sendiri menuntut dasar keimanan.

               Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dasar agama adalah pelaksanaan Islam  secara global dan menyatakan kepercayaan terhadap semua berita yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berdasarkan keyakinan. Orang yang melaksanakan dasar ini, sebagai langkah awal, ia telah dinyatakan Islam. Jika kemudian diikuti  dengan melaksanakan perintah-perintah agama dan meninggalkan  larangan-larangannya, serta tidak melakukan pelanggaran yang berarti, maka  keislamannya meningkat dan dapat berlanjut pada kesempurnaannya dengan  merealisasikan iman dan ihsannya.

               Pengakuan ini adalah dasar agama. Ketika iman terdiri dari pokok-pokok (ushul) dan cabang-cabang (furu'), yaitu melakukan kewajiban-kewajiban dan kebaikan-kebaikan serta meninggalkan larangan-larangan, maka cabang-cabang  ini tidak berarti apa-apa kecuali jika dasarnya telah terlaksana. Maka orang  yang berpaling dari dasar ini, pada kenyataannya ia adalah kafir, meskipun ia  melaksanakan cabang-cabang iman.

               Demikian juga kekafiran, ia terdiri dari pokok-pokoknya dan bagian-bagiannya.  Maka orang yang terjerumus ke dalam pokok kekafiran, yaitu yang bertentangan  dengan pokok iman dan hakikatnya, maka tidak diragukan lagi bahwa ia adalah  kafir. Adapun orang yang terjerumus ke dalam bagian-bagian tertentu dari kekafiran yang tidak bertentangan dengan pokok-pokok keimanan dan hakikatnya, sedangkan ia memiliki pokok keimanan yang menetapkan keislamannya, maka ia  tidak dapat diklaim sebagai kafir.

               Akan tetapi, tindakannya yang melakukan bagian-bagian dari kekafiran memberikan pengaruh pada cabang-cabang keimanan, dari segi derajat  keimanannya, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama salaf ketika mereka  ditanya mengenai sabda Rasul saw, "Tidak ada seseorang yang berzina ketika  dia dalam keadaan mukmin" mereka mengatakan bahwa inilah Islam yang meliputi  cakupan yang luas, sedangkan iman meliputi cakupan kecil dalam lingkup yang  besar. Maka, ketika seseorang berzina atau mencuri, ia keluar dari lingkaran  iman masuk ke lingkaran Islam, tetapi tidak mengeluarkannya dari Islam  kecuali jika ia mengingkari Allah SWT.

               Oleh karena itu, hilangnya keislaman seseorang mengharuskan hilangnya keimanan darinya, berbeda dengan hilangnya keimanan seseorang tidak  mengharuskan hilangnya keislaman darinya.

               Jadi, pokok iman berhadapan dengan pokok kufur. Tingkatan keimanan dan cabang-cabangnya berhadapan dengan tingkatan kekafiran dan bagian-bagiannya. Masing-masing dari keduanya saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, ada  dan tidak adanya.

               Dari keterkaitan yang terdapat pada nama-nama dan hukum-hukum ini, jelaslah bagi Anda maksud para ulama mengenai pembagian kafir menjadi bermacam-macam, dan ketahuilah bahwa hal ini merupakan penjelasan yang menyatakan bahwa tidak selayaknya seseorang menuduh orang atau perbuatan tertentu sebagai kekafiran. Maksudnya adalah kekafiran yang bertentangan dengan pokok iman yang mengeluarkan seseorang dari Islam, tetapi kadang-kadang juga dimaksudkan  selain itu, yaitu apa yang sering disebut dengan kufur kecil yang menurunkan  iman seseorang tetapi tidak menghilangkan keislamannya, sedangkan  keislamannya tersebut hanya akan hilang apabila ia mengingkari atau kafir  kepada Allah SWT.

Pangkal Macam-Macam Kekafiran

               Sebagaimana disebutkan bahwa dilihat dari segi berlawanannya dengan pokok keimanan, kekafiran terdiri dari beberapa macam. Berdasarkan hal ini  kekafiran dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

Pertama
Sesuatu yang bertentangan dengan agama, yaitu mengeluarkan seseorang  dari Islam dan menjadi kafir dan diakhirat ia kekal di dalam neraka.

               Para ulama menyebutkan kekafiran ini dengan kufur besar (al-kufru al-akbar), yaitu kekafiran yang mengeluarkan seseorang dari Islam dan menggugurkan keimanannya. Kekafiran ini adalah kufur yang tidak memberikan kesempatan menyandang iman bagi orang yang masuk ke dalamnya, dan itu terjadi dengan perkataan atau perbuatan yang menunjukkan kekafiran tersebut dengan  dilakukannya unsur-unsur kekafiran tersebut.

               Oleh karena itu, ungkapan bahwa kekafiran yang berdasarkan keyakinan adalah  kekafiran yang besar (al-kufru al-akbar) dan ia berhadapan dengan kafir perbuatan yang merupakan kufur kecil adalah ungkapan yang salah. Akan tetapi,  kufur perbuatan kadang-kadang merupakan kufur akbar (kufur besar).

               Ibnu Qayyim ra berkata, "Sebagaimana kekafiran terjadi dengan perkataan, dan  itu merupakan bagian dari kekafiran, demikian pula kekufuran terjadi sebab melakukan sebagian perbuatan kafir seperti menyembah patung dan menghina  mushhaf."

Kedua
Tindakan yang tidak bertentangan dengan pokok keimanan, tetapi  perbuatan tersebut berkaiatan dengan cabang-cabang iman, tingkatannya, dan  hal-hal yang dapat menyempurnakannya, sehingga tidak mengeluarkan seseorang  dari lingkaran agama Islam. Sebab, pokok iman masih melekat pada dirinya,  selama tidak ada penentangnya, baik dari perkataan maupun perbuatan.

               Pada  kekafiran semacam ini, yang hilang adalah kesempurnaan iman dan derajat yang
dapat meningkatkan pokok iman dan tingkatan keislamannya, bukan semata-mata  iman.

               Kekafiran ini yang disebut dengan 'al-kufru al-ashghar' (kufur kecil) adalah selain dari kufur besar. Untuk menyebut hal ini, para ulama mempunyai istilah  khusus seperti sebutan 'kufrun duuna kufrin' (kekafiran di bawah kekafiran),  kezaliman di bawah kezaliman dan kefasikan di bawah kefasikan.

Al-Kufru al-Akbar (Kafir Besar)
Al-Kufru al-akbar (kafir besar) adalah sesuatu yang bertentangan dengan pokok  iman dan hakikatnya, yang menjadikan seseorang kekal di dalam neraka dan  mengeluarkan seseorang dari Islam.

               Al-Kufru al-akbar terbagi menjadi beberapa macam. Para ulama menyebutkan beberapa hal, di antaranya Ibnu Qayyim, dia berkata: "Kufur akbar terdiri  dari lima macam, yaitu :
1.      Kafir karena dusta
2.      Kufur karena takabbur dan enggan  percaya
3.      Kufur karena berpaling
4.      Kufur karena ragu
5.      Kufur karena nifaq  (munafiq)."

Dalil-dalil kekafiran tersebut :

Pertama
Kufur karena dusta, Allah berfirman yang artinya, "Maka siapakah yang  lebih dzalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan  mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya. Bukankah di neraka Jahannam  tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?" (Az-Zumar: 32)

Kedua
Kufur karena takabbur dan enggan percaya, Allah berfirman, "Dan  (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'sujudlah kamu kepada  Adam', maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah  dia termasuk golongan orang-orang yang kafir?" (Al-Baqarah: 34)

Ketiga
Kufur karena berpaling, Allah berfirman, "Kami tiada menciptakan  langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan  (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang  kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka." (Al-Ahqaaf: 3)

Keempat
Kufur karena ragu, Allah berfirman, "Dan dia mempunyai kekayaan  besar, maka ia berkata dengan kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap  dengan dia, 'Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku  lebih kuat', Dan ia memasuki kebunnya sedang ia zalim terhadap dirinya  sendirinya, ia berkata, 'Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,  dan aku tidak mengira bahwa hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya  aku dikembalikan kepada Rabbku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang  lebih baik  kepadanya, sedang ia bercakap-cakap dengannya, 'Apakah kamu kufur kepada  (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu  Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna'." (Al-Kahfi: 34-37)

Kelima
Kufur karena nifaq, Allah berfirman, "Yang demikian itu adalah karena  bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu  hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti." (Al-Munafiquun: 3)

               Syekh Ibnu Taimiyah membagi kufur menjadi dua macam, yaitu kafir zahir dan kafir nifaq (kafir yang terang-terangan dan kafir yang disembunyikan). Syekh Muhammad Shiddiq Khan juga membagi kafir menjadi dua macam, yaitu kafir
sharih (jelas) dan kafir ta'wil.

               Namun demikian, pendapat Muhammad Hasan khan memerlukan penjelasan lebih  lanjut, yaitu tentang bentuk kafir yang kedua, yaitu kafir ta'wil. Jika yang  ia maksudkan adalah kafir kecil (ashghar), maka ia tidak termasuk ke dalam  macam-macam kekafiran dalam pembahasan ini (kafir besar). Hal ini, karena  seseorang yang melakukan kafir yang besar kadang-kadang berdasarkan  penafsiran (ta'wil) yang ia lakukan, dan ia dapat diampuni karena beberapa  alasan seperti penafsiran itu sendiri.

               Pembagian kafir besar (akbar) yang dilakukan para ulama tidak terlepas dari pembagian istilah yang memerlukan banyak pertimbangan, yang terpenting adalah pertimbangan ilmiyah dengan meneliti nash-nash dan ijtihad berdasarkan  nash-nash tersebut.

               Hal itu dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada manusia supaya mereka  mempelajarinya dan tidak terjerumus ke dalam kekafiran itu, sebagai upaya menghalau keragu raguan atau kesamaran-kesamaran yang timbul dalam benak manusia, seperti mereka yang berkeyakinan bahwa kafir hanya ada satu macam  yaitu ingkar kepada Allah Sang Pencipta atau keyakinan adanya sekutu bagi  Allah, dan selain itu tidak berpengaruh kepada keimanan selama pernyataan  tauhid (dua syahadat) telah diucapkan dengan jelas.

               Jika kita mau melihat hakikat kafir yang merupakan lawan dari iman dari setiap aspeknya, di mana orang yang melakukannya berdasarkan pengetahuan dan  dengan sengaja menjadi kafir dan keluar dari agama Islam di dunia, sedang di  akhirat ia kekal di dalam neraka, maka jika kita ingin mengetahui hakikat  kekafiran dari aspek ini, kita dapat mengembalikan semua pembagian kekafiran  pada tiga pokok yang menghimpun macam-macam kekafiran besar tersebut.

               Dapat dilihat dari segi kekafiran yang menghilangkan pokok keimanan,  yaitu penyimpangan dengan perkataan hati yang merupakan perwujudan ilmu dan kepercayaan, dan perbuatan hati yang merupakan ketaatan atas keislamannya.  Hal itu dikarenakan iman adalah perkataan dan perbuatan, dan keduanya adalah  fondasi yang asasi. Jika salah satunya menyimpang, yang lainnya tidak  diperhitungkan. Hal yang dapat menghilangkan pokok iman ini adalah jika  berpaling dari pelaksanaan secara terperinci dalam melakukan perintah atau  meninggalkan larangan, dan kekafiran itu terjadi dengan menolak perintah dan  mengingkarinya.

               Pokok iman kadang-kadang ditetapkan jika terdapat pernyataan dan pelaksanaan  secara global, bahkan kadang-kadang ditetapkan pula dengan cara yang lebih  tinggi derajatnya, yaitu dengan pelaksanaan secara terperinci. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi kekurangan yang juga dapat mengurangi keimanan.

Sumber: Al-Jahlu bi Masaailil I'tiqaad wa Hukmuhu, Abdur Razzaq bin Thahir  bin Ahmad Ma'as

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Cepat Belajar Mengaji Al quran Untuk Pemula [Mudah dan Praktis] November 9, 2017   by  Miqdad Nashr Belajar Mengaji  – Kitab Al...